Header Ads

Larangan Haramain: Ketentuan Khusus di Tanah Haram Makkah

Ketentuan Khusus di Tanah Haram Makkah

 

Tanah Haram Makkah adalah tempat yang sangat mulia di sisi Allah dan memiliki hukum-hukum khusus yang tidak berlaku di tempat lain. Kekhususan ini ditetapkan berdasarkan Al-Qur'an, hadis Nabi , serta perkataan para ulama. Oleh karena itu, setiap Muslim yang berada di Tanah Haram wajib menjaga adab dan mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam Ensiklopedia Fikih Kuwait disebutkan bahwa Tanah Haram Makkah memiliki beberapa kekhususan sebagai berikut::

 

Pertama: Mayoritas ulama berpendapat bahwa orang kafir tidak boleh masuk ke Tanah Haram Makkah, berdasarkan firman Allah Ta'ala:

﴿ إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَٰذَا ﴾  (QS. At-Taubah: 28)

"Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini."

Yang dimaksud dengan "setelah tahun ini" dalam ayat tersebut adalah setelah tahun pengumuman larangan itu disampaikan, yaitu tahun 9 Hijriah, ketika Rasulullah memerintahkan agar ayat-ayat awal Surah At-Taubah diumumkan pada musim haji. Sejak saat itu ditetapkan bahwa kaum musyrik tidak lagi diperbolehkan mendekati Masjidil Haram, tidak boleh berhaji bersama kaum muslimin, dan tidak boleh melakukan ritual di sana. Maka maknanya, mulai tahun berikutnya dan seterusnya, Masjidil Haram disucikan dan dikhususkan hanya untuk orang-orang yang beriman dan mentauhidkan Allah Ta'ala.

Umar bin Khattab رضي الله عنه juga pernah mengusir mereka dari Tanah Haram. Namun, ulama Hanafiyah membolehkan orang kafir masuk tanpa menetap, sebagaimana wilayah Hijaz.

 

Kedua: Para ulama berbeda pendapat tentang hukum masuk ke Tanah Haram tanpa berihram.

 

Ketiga: Salat di Tanah Haram Makkah bernilai seratus ribu kali lipat pahalanya, bukan untuk menggugurkan kewajiban shalat, tetapi dalam besarnya pahala. Hal ini berdasarkan sabda Nabi :

"صلاةٌ في مسجدِي هذا خيرٌ من ألفِ صلاةٍ فيما سواه إلا المسجدَ الحرامَ، وصلاةٌ في المسجدِ الحرامِ أفضلُ من مائةِ صلاةٍ في مسجدِي هذا" متفق عليه.

"Satu shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram. Dan satu shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada seratus shalat di masjidku ini." (Muttafaqun 'alaih). Dan seluruh wilayah Tanah Haram memiliki keutamaan pahala seperti Masjidil Haram.

 

Keempat: Tidak makruh melaksanakan shalat di Masjidil Haram pada waktu-waktu yang biasanya dilarang shalat, berdasarkan hadis Jubair bin Muth'im رضي الله عنه bahwa Rasulullah bersabda:

«يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ، لَا تَمْنَعُوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ»

"Wahai Bani 'Abd Manaf, janganlah kalian melarang siapa pun yang thawaf di Baitullah dan shalat kapan saja ia mau, baik siang maupun malam."  ( Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi )

 

Kelima: Berburu hewan di Tanah Haram Makkah hukumnya haram, baik dilakukan oleh orang yang sedang berihram maupun yang tidak berihram, dan siapa pun yang melakukannya wajib membayar denda (kafarat); hal ini telah disepakati oleh para ulama (ijmak) dan didasarkan pada hadis dari Ibnu 'Abbas radhiyallāhu 'anhumā, bahwa Rasulullah bersabda pada hari penaklukan Makkah.

«إِنَّ هَذَا البَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، لاَ يُعْضَدُ شَوْكُهُ، وَلاَ يُنَفَّرُ صَيْدُهُ

"Sesungguhnya negeri ini (Makkah) telah Allah haramkan sejak hari Dia menciptakan langit dan bumi. Maka ia tetap haram dengan keharaman yang ditetapkan oleh Allah sampai hari Kiamat. Tidak boleh ditebang tumbuhan berdurinya dan tidak boleh diusik atau diburu hewan buruannya."

Maknanya, kehormatan Makkah berlaku selamanya, sehingga segala bentuk perusakan alamnya—termasuk berburu hewan—dilarang keras, sebagai bentuk pemuliaan terhadap Tanah Haram yang dimuliakan oleh Allah Ta'ala.

 

Keenam: Diharamkan berperang, menumpahkan darah, dan membawa senjata di Tanah Haram. Menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah, hukuman (hudud) tidak ditegakkan di Tanah Haram bagi pelaku kejahatan yang melakukannya di luar Tanah Haram.
Berbeda dengan ulama Malikiyah dan Syafi'iyah yang membolehkan penegakan hukuman di dalam Tanah Haram secara mutlak.
Adapun orang yang melakukan kejahatan di dalam Tanah Haram, maka hukuman tetap ditegakkan atasnya berdasarkan kesepakatan ulama, sesuai sabda Nabi :

«إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَلَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ، فَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْفِكَ فِيهَا دَمً

"Sesungguhnya Allah yang mengharamkan Makkah, bukan manusia. Maka tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah di dalamnya." ( Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim )

Dan sabda beliau :

«لَا يَحِلُّ لِأَحَدٍ أَنْ يَحْمِلَ السِّلَاحَ بِمَكَّةَ»

"Tidak halal bagi siapa pun membawa senjata di Makkah." ( Muttafaqun 'alaihi )

Hadis ini menunjukkan besarnya kehormatan dan kesucian Tanah Haram Makkah, sehingga membawa senjata—yang berpotensi menimbulkan ketakutan, kekerasan, dan pertumpahan darah—dilarang di sana, kecuali dalam keadaan darurat yang dibenarkan syariat.

 

Ketujuh: Denda pembunuhan di Tanah Haram diperberat.
Umar bin Khattab رضي الله عنه menetapkan diyat penuh ditambah sepertiga diyat bagi pembunuhan di Tanah Haram. Sebagian ulama berpendapat tidak ada pemberatan diyat.

 

Kedelapan: Dilarang memotong atau merusak pepohonan di Tanah Haram Makkah, berdasarkan kesepakatan ulama, sesuai sabda Nabi :

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَلَمْ يُحَرِّمْهَا النَّاسُ، فَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْفِكَ فِيهَا دَمًا، وَلَا يَعْضُدَ فِيهَا شَجَرَةً،

"Sesungguhnya Allah yang mengharamkan Makkah, bukan manusia. Maka tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah di dalamnya dan tidak pula memotong pepohonannya." ( Muttafaqun 'alaihi )

 

Kesembilan: Para ulama berbeda pendapat tentang hukum barang temuan di Tanah Haram.
Menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah—serta salah satu pendapat dalam mazhab Syafi'i—hukumnya sama seperti barang temuan di luar Tanah Haram.
Namun menurut pendapat lain dari Imam Ahmad dan salah satu riwayat dalam mazhab Syafi'i, barang temuan di Tanah Haram wajib diumumkan terus-menerus sampai pemiliknya datang, berdasarkan sabda Nabi :

«وَلَا تُلْتَقَطُ لُقَطَتُهَا إِلَّا لِمُعَرِّفٍ»

"Barang temuan di Tanah Haram tidak boleh diambil kecuali oleh orang yang akan mengumumkannya." ( Muttafaqun 'alaihi )

 

Kesepuluh: Penyembelihan hewan hadyu hanya sah dilakukan di Tanah Haram, sebagaimana ketentuan dalam ibadah haji, dan tidak boleh membawa keluar tanah atau pasir dari Tanah Haram Makkah.

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.